Inti dari hutang syariah adalah larangan keras terhadap riba, atau bunga. Ini adalah prinsip dasar yang membedakannya secara fundamental dari sistem keuangan konvensional. Setiap penambahan atau kelebihan yang disyaratkan atas pokok pinjaman, tanpa adanya pertukaran aset riil atau bagi hasil, dianggap sebagai riba dan diharamkan dalam Islam.
Prinsip dasar ini didasarkan pada ajaran Al-Qur’an dan Sunnah yang menegaskan bahwa riba adalah praktik eksploitatif. Dalam hutang syariah, uang dipandang sebagai alat tukar, bukan komoditas yang bisa diperjualbelikan untuk menghasilkan keuntungan pasif. Oleh karena itu, mengenakan bunga atas pinjaman dianggap tidak adil dan dilarang.
Untuk menghindari riba, hutang syariah beroperasi dengan berbagai mekanisme alternatif. Salah satu bentuk yang paling umum adalah murabahah, yaitu jual beli barang dengan keuntungan yang disepakati di awal. Bank syariah membeli aset yang diinginkan nasabah, lalu menjualnya kembali dengan harga yang sedikit lebih tinggi, yang merupakan margin keuntungan yang sah.
Selain murabahah, ada juga ijarah (sewa), di mana bank membeli aset dan menyewakannya kepada nasabah dengan biaya sewa tetap. Setelah masa sewa berakhir, aset bisa dialihkan kepemilikannya kepada nasabah. Ini adalah prinsip dasar yang berfokus pada manfaat penggunaan aset, bukan pada keuntungan dari uang itu sendiri.
Model lain yang relevan dengan prinsip dasar tanpa riba adalah musyarakah (kemitraan) dan mudharabah (bagi hasil). Dalam skema ini, bank dan nasabah berbagi risiko dan keuntungan dari suatu proyek atau bisnis. Keuntungan dibagi berdasarkan nisbah yang disepakati, bukan berdasarkan persentase dari jumlah pinjaman, mencerminkan keadilan.
Prinsip dasar tanpa riba ini bertujuan untuk menciptakan sistem keuangan yang lebih adil dan etis. Ini mendorong investasi pada kegiatan ekonomi riil yang produktif, bukan spekulasi finansial yang hanya menguntungkan pemberi pinjaman. Hutang syariah berupaya membangun ekonomi yang berbasis pada pertumbuhan bersama dan keadilan sosial.
Meskipun prinsip dasar ini tegas, implementasinya dalam praktik keuangan modern seringkali membutuhkan pemahaman yang mendalam. Para ulama dan ahli keuangan syariah terus mengembangkan produk-produk yang sesuai dengan prinsip-prinsip ini, sembari tetap kompetitif dan relevan di pasar global.
Secara keseluruhan, prinsip dasar larangan riba adalah fondasi utama hutang syariah. Ini adalah komitmen terhadap keadilan ekonomi dan etika Islam dalam transaksi finansial, yang berupaya menghindari eksploitasi dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan bagi semua pihak.